Senin, 29 April 2013

Siapa Yang Menanam Semua Yang Kumakan???



          Mendengar pertanyaan ini, mungkin bagi sebagian orang, atapun orang awam pada umumnya hanyalah merupakan pertanyaan biasa, bahkan mungkin mereka akan menjawab ‘tentu petani yang menanamnya’. Namun, bagi orang yang menyadari atau orang-orang yang merasa bertanggungjawab akan pangan bangsa ini, tentu pertanyaan ini adalah sebuah tamparan yang teramat sangat menyakitkan. Ya, ini merupakan sebuah tamparan yang sangat keras, ibaratkan seorang ibu yang memiliki seorang bayi, namun harus menghidupinya dengan ASI dari ibu yang lain. Itulah yang sedang terjadi akan bangsa ini. Negara kita yang dikenal dunia sebagai negara Agraria, tanah kita yang dikenal dunia tanah yang teramat sangat subur, laut kita yang membentang begitu luas, namun kita harus hidup dengan pangan impor. Hal yang sangat krusial inilah yang tidak disadari oleh banyak orang.
            Saat ini kebutuhan pangan Indonesia 65% dipenuhi oleh import. Hal ini tentu merupakan hal yang sangat krusial bagi masa depan bangsa ini. Kalimat Indonesia sebagai negara agraria sepertinya telah kehilangan esensinya. Negara kita yang begitu besar dengan sumber daya alam yang berlimpah serta tanah subur yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, harusnya mengantarkan Indonesia sebagai negara pusat ketahanan pangan dunia. Namun, begitu mirisnya ketika beranjak dari pemikiran itu, harus melihat kenyataan yang sangat menyakitkan. Begitu banyaknya bahan pangan yang kita konsumsi bukanlah lagi hasil keringat dari petani kita, bukanlah lagi hasil garapan sawah petani kita, melainkan orang-orang yang sangat asing bagi kita, orang yang teramat jauh disana.
            Indonesia telah terjebak dengan berbagai problema yang kompleks, akibat dari ketamakan pemimpin-pemimpin bangsa ini yang berdiri tegak diatas ketamakan dan kesombongan diri, sehingga berdampak kepada masyarakat kecil yang selalu menjadi masyarakat yang tertindas. Selain itu Indonesia juga telah diracuni oleh budaya atau kebiasaan negara asing. Kebutuhan Indonesia akan terigu begitu besar, sementara Indonesia bukanlah tempat gandum untuk tumbuh. Masyarakat Indonesia masa kini sangat didominasi masyarakat yang sehari-hari menghabiskan banyak roti, terutama untuk waktu sarapan pagi. Keadaan inilah salah satu kondisi yang menjebak masyarakat Indonesia terperangkap oleh pangan-pangan import. Hal yang lebih miris adalah masyarakat Indonesia sangat jauh lebih bangga akan produk-produk import, dan menganggap produk-produk lokal sebagai produk murahan yang hanya merupakan konsumsi kalangan bawah saja. Citra pangan impor dinegri ini telah direnggut oleh citra pangan luar.
            Jika kita membandingkan pangan lokal kita dengan pangan impor secara kualitas, pangan impor pada umumnya lebih baik. Namun seharusnya hal ini bukanlah menjadi alasan untuk kita memilih pangan import dan melupakan pangan lokal kita yang semakin hari sudah semakin tiada, seharusnya ini menjadi pertanyaan yang teramat penting untuk kita mencari jawabannya. Kualitas tidak pernah terlepas dari sistem penangan produk itu sendiri, tidak heran kenapa produk kita menjadi produk yang tersampingkan secara kualitas, karena sistem pertanian Indonesia masih didonminasi sistem pertanian tradisional. Kurangnya dukungan pemerintah terhadap pertanian Indonesia adalah salah satu penyebab akan hal ini, hal ini ditandai dengan tidak terdapatnya lagi pupuk bersubsidi, dan tidak adanya jaminan terhadap petani, serta tidak adanya upaya untuk memproteksi petani serta pangan lokal.
            Sejak era perdagangan bebas, Indonesia memang banyak mengalami perubahan dengan signifiakan, dimana terbangunnya jaringan yang luas antar negara. Sejak itu pula tercata ekonomi Indonesia bertumbuh, namun disisi lain hal ini telah benar-benar melumpuhkan pasar lokal Indonesia, hal ini bisa kita lihat dengan maraknya produk-produk luar dipasaran Indonesia, bahkan didesa-desa sudah tidak sulit mencari produk Import. Hal ini terjadi seiring dengan semakin mudahnya produk-produk luar masuk ke pasar Indonesia, sehingga menyebabkan pasar lokal benar-benar merangkak karna tidak mampu bersaing. Hal lain yang mungkin dapat dikatakan teramat jelek adalah sistem import sepenuhnya diserahkan terhadap mekanisasi pasar, tentulah hal ini benar-benar semakin menenggelamkan produk lokal, karena begitu bebasnya produk luar masuk kenegri ini. Seharusnya sistem ini benar-benar diawasi oleh pemerintah, salah satunya dengan membatasi masuknya produk luar, sehingga permintaan pasar akan produk lokal tetap terjaga dengan stabil. Hal lain adalah seharusnya pemerintah mengupayakan peningkatan produksi lokal, sehingga kedepan produk lokal akan merajai pasar dan lambat laun mengesampingkan produk luar.
            Bila kita melihat betapa ganasnya pengalih fungsian lahan pertanian diIndonesia yang lebih dari 100.000 hektar setiap tahunnya, maka akan timbul pertanyaan ‘Apakah masih mungkin ketahanan pangan itu bisa tercapai???? Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor beras terbesar no 2 didunia. Hal ini disebabkan dengan semakin menurunnya produksi pertanian Indonesia, sementara beras merupakan kebutuhan pangan pokok. Peran masyarakat Indonesia, merupakan hal yang sangat penting untuk membangun pangan bangsa ini, yaitu dengan mencintai produk-produk lokal Indonesia. Bila sehari-hari kita sarapan roti, sekali-sekali mari sarapan singkong. Beranjak dari hal tersebut peran pemerintah merupakan elemen terpenting untuk menyelamatkan pangan bangsa ini, namun saat ini pemerintah kita sudah benar-benar tertidur pulas, maka kembali lagi peran masyrakat Indonesia menjadi sangat penting untuk hal ini, yaitu dengan selalu menyuarakan pangan lokal ini, menyuarakan petani bangsa ini.
            Pangan lokal indonesia seharusnya bisa menjadi aktivitas industri, dengan demikian kebutuhan akan pangan lokal tetap tinggi. Pencitraan dan penigkatan daya saing merupakan hal yang sangat relevan akan hal ini, industri pangan akan meningkatkan citra dan daya saing dari produk-produk lokal itu sendiri. Contohnya saja singkong, selama ini singkong kita lihat dibanyak media hanya merupakan pangan dari orang kelaparan, hal ini tentu tidak seharusnya tumbuh dipemikiran kita, karena singkong bisa diolah menjadi berbagai jenis olahan pangan yang amat beragam dengan rasa yang tidak kalah dengan makanan-makanan berkelas lainnya, contohnya saja dibeberapa daerah di Indonesia telah ada restoran-restoran yang semua makanannya merupakan produk olahan dari singkong. Dari hal ini sebuah inferensi yang tepat bisa menjadi esensi paradigma kita bahwa industri pangan lokal sangat berpengaruh akan citra dari pangan lokal kita, karena salah satu penyebab terabaikannya produk lokal kita adalah kurangnya pencitraan akan produk tersebut.
          
  Permasalahan pangan merupakan permasalahan seluruh masyarakat Indonesia. Pesan ini adalah pesan yang selalu ingin saya sampaikan kepada sebanyak-banyaknya masyarakat Indonesia. Karena begitu banyak masyarakat Indonesia yang cenderung beranggapan hal ini bukanlah maslaha mereka. Bagi kebanyakan orang, yang terpenting bagi mereka adalah selama masih bisa tercukupi pangan mereka itu merupakan keadaan yang baik, tak peduli pangan itu darimna dan yang terpenting siapa yang menanamnya. Saya sebagai salah satu orang yang merasakan tamparan keras akan pertanyaan “Siapa yang menanam semua yang kumakan???” mengajak rekan-rekan semua untuk sama-sama menjadikan ini sebagai tamparan juga bagi kita, sehingga kita menjadi bagian dari solusi pangan bangsa ini, tidak menjadi pecundang yang hanya bisa menggerutu bahkan mengutuki banyak orang akan masalah ini dan lebih ironis hanya diam melihat dan meratapi semakin tenggelamnya bangsa ini.
Salammmmmm....